Titik Titik Titik







Di sebuah padang pasir, tandus, dan tidak ditumbuhi satu pohon pun
berjalan sendiri seorang wanita berambut hitam dan panjang. Hajidah namanya,
dia berjalan bersama kesedihan yang sangat pada dirinya.


“Dimana dirimu cahayaku? dimana dirimu duniaku?"

ia berjalan dengan sebuah tangisan, sedang disaat itu pula sebuah
melodi mengalun merdu; sebuah melodi tentang kerinduan.

ia berjalan dengan hati yang sangat gundah. Lalu tak lama setelah itu,
ia menemukan sebuah gubuk reot, dan masuklah ia kesana.

"Dimana engkau cahayaku? dimana dirimu duniaku?

mencari-cari pada setiap sudut ruangan di gubuk itu, namun tak
ditemuinya apa yang dicari.

Lalu berjalanlah lagi perempuan tersebut dengan rasa bertambah
sedih dan gundah. Setelah beberapa saat, dalam keadaan menangis tersedu-sedu, di tengah padang pasir yang nampaknya menjadi dampak sebuah bencana alam, ia
berpapasan dengan seekor rubah .

lalu memanggillah rubah itu padanya, "Hajidah! Hajidah!”

"Ya Allah, apakah benar rubah itu memanggilku? sungguh tak
mungkin ada hewan yang bisa bicara.

" Hajidah! Hajidah! kemarilah, aku memanggilmu!”

"Ya Allah, sungguh, aku sedang dalam keadaan bimbang, haruskah
aku berbalik dan menemui rubah itu?”

hingga pada jarak yang cukup jauh, akhirnya Hajidah berbalik arah dan
menemui rubah itu. Dia melawan rasa takut yang ada pada dirinya. Ketika Hajidah
menemui rubah itu, ia terperangah, ditemuinya rubah tersebut dengan rupa yang menawan,
bulunya lebat dan halus, warnanya perak berkilauan, matanya biru sebening
lautan.

"Apakah benar, kau memanggilku?

"Ya, benar! akulah yang memanggilmu.”

"Tapi bagaimana bisa? kau seekor rubah, ini sangatlah mustahil!”

"Sudahlah, tak usah kau banyak tanya, sekarang carilah Khidir -'alayhissalam-
dan temuilah ia!”

"Apa? untuk apa aku menemuinya? bagaimana aku akan bertemu
dengannya?” sahut Hajidah

"Sudahlah, jangan kau banyak bertanya cepat kau pergi dan
temuilah ia! kau akan mengerti dan tahu dengan sendirinya.”

maka secepat kilat, rubah itu menghilang dan menyisakan Hajidah
di tengah padang dengan kesedihan dan kebimbangannya.

Tak lama kemudian datanglah seorang lelaki bertopi, lalu berkata

"Temuilah Khidir pada jalan-jalan yang sudah dilewati! namun tak
ada orang yang menyadarinya, temuilah pada jalan yang sudah kuberi tanda! kau
akan melihatnya nanti pergilah ke arah sana, tanda itu terbuat dari bambu yang
tak berwujud, temuilah dia dengan sebutan "Fulan."

Hajidah mendengarkannya secara saksama, namun setelah lelaki itu
berkata pada Hajidah, tiba tiba dia pergi dan menghilang. Dan secepat mungkin Hajidah menyadarkan diri bahwa ia harus mengikuti petunjuk lelaki itu.

Segera Hajidah berjalan mencari sebuah jembatan. Dicarinya sebuah
jembatan dengan tanda bambu di sekitarnya. Dari kejauhan ia melihat sebuah
jembatan dengan bambu berwarna kuning, lalu dilewatinya jembatan itu. Setelah
itu ia melihat sebuah rumah dimana ada sebuah keluarga kecil yang tinggal
disana. Ia menemui seorang ibu yang sedang mengajari anak anaknya.

"Assalamualaikum, apa Ibu tahu dimana saya bisa menemui Fulan?”

"Apa? engkau mencari Fulan?”

"Iya benar, saya sedang mencari Fulan, bagaimana saya bisa
menemukannya?”

"Masuklah, temui suamiku dan tanyakanlah padanya bagaimana kau
akan bertemu dengan Fulan."

"Baiklah bu, terimakasih."

Setelah itu masuklah Hajidah ke sebuah kamar, disana ia melihat
seseorang tergeletak, dan disana pula suami ibu tersebut sedang mengobatinya

"Permisi, apakah Anda suami Ibu tadi?" bertanya Hajidah
pada bapak yang mengobati

"Ya benar, ada yang bisa Bapak bantu?" suami ibu itu
bertanya balik pada Hajidah.

"Begini, saya sedang mencari Fulan, lalu istri Bapak menyuruh
saya menanyakannya pada Anda.”

"Oh, Fulan sedang berada pada persemayamannya, lewatlah pintu
belakang, dan ikuti jalan sampai pada ujungnya, carilah pintu paling besar dari
sebuah gang kecil disitulah tempatnya dan jangan lupa, kau harus melewati setiap apa
yang kau lihat.”

"Baiklah pak, terimakasih atas informasinya, saya pergi dulu.”

Pergilah Hajidah melewati pintu belakang rumah, ada dua jalan yang
ada di depannya sekarang: jalan ke kanan dan ke kiri. Hajidah berbisik
pada hatinya "Duhai tuhanku, jalan manakah yang harus aku pilih?"

Atas dasar kebimbangan itu, Hajidah memutuskan untuk melalui jalan
di sebelah kanannya. Ia memilih sebuah jalan yang dianggapnya paling menakutkan. Hajidah berjalan dengan rasa takut, ia mengenakan sebuah mukenah putih dan bersih.

Setelah sampai pada pertengahan sebuah gang, tiba-tiba mukenah Hajidah
tertarik dan diperebutkan anak-anak kecil yang berada di belakang tubuhnya. Jumlah
anak-anak kecil itu ada 10, bahkan lebih rupanya. Mereka menarik-narik Hajidah
pada kain mukenahnya.

Hajidah mencoba menepisnya berkali-kali. Ia merasa sesak pada
dadanya namun sekali lagi, anak anak itu menarik tangannya. Lalu teringatlah
Hajidah pada pesan bapak tadi bahwa ia harus melewati apa apa yang dilihatnya.

"Ya Allah, aku harus kuat! aku bisa melewati mereka, ini hanya
sementara ya Allah… mereka akan hilang.”

Sekuat tenaga Hajidah menangkis tarikan anak-anak kecil itu hingga
akhirnya mereka melepaskan cengkraman tangannya dari mukenah Hajidah.

"Alhamdulillah, aku bisa melewati mereka , ya Allah."

Hajidah bersyukur lalu segeralah ia melanjutkan perjalanannya.
Namun belum sempat ia bernapas, datanglah segerombolan burung-burung Kolibri.
Hajidah kaget melihatnya, jumlah mereka sangatlah banyak. Burung-burung kolibri
tersebut ada yang memiliki duri pada punggungnya, mereka menyerang Hajidah.

"Cepatlah Hajidah! lempar burung-burung itu atau mereka tak
akan pergi!” suara seorang Arab Badui bertubuh tinggi besar mengagetkan Hajidah.

"Aku takut, jumlah mereka sangat banyak! bagaimana aku bisa
mengusir mereka?!”

"Tenanglah Hajidah, tak perlu kau khawatir, kami akan
membantumu!” Sahut teman seorang Arab Badui itu.

Segera Hajidah mengambil batu dan melemparkan ke segala arah pada
burung itu.

Arab Badui itu rupanya tak sendirian, ia bersama anak-anak dan
teman-temannya yang lain, maka mereka semua melempari burung-burung Kolibri
berduri itu, hingga akhirnya burung-burung itu pun menghilang.

"Alhamdulillah, burung-burung itu bisa pergi.”

Setelah itu Hajidah melanjutkan perjalanannya. Kali ini ia tidak
sendiri, ia bersama rombongan Arab Badui tadi, namun mereka hanya diam dan
berjalan mengikuti di belakang Hajidah. Kini Hajidah berada pada bagian
terdepan.  Setelah sampai pada ujung
jalan Hajidah melihat sebuah gerbang yang sangat besar. Ia tak bisa
membayangkan apa yang ada di dalam gerbang tersebut. dengan rasa kaget dan
takjub ia melihat secara saksama gerbang tersebut. Lalu setelah itu, ketika ia menoleh
pada sisi kanan gerbang tersebut Hajidah melihat sebuah lubang hitam berukuran
sedang, ia melihat lubang tersebut seperti sebuah pusaran angin. Belum selesai
ia mengamati pusaran hitam itu, ada yang menarik pada penglihatan Hajidah, ia
melihat ada sesosok penjaga bertubuh merah besar dan mengerikan berada di
sebelah kiri gerbang itu, ia tengah tertidur bersama dua temannya yang rupanya
sama, ia memiliki tanduk di kepalanya.

"sungguh… apa sebenarnya yang ku lihat sekarang? apakah ini
yang dinamakan syaithon?”

Hajidah bergumam dengan dirinya sendiri.

"Wahai sang penjaga… ruang apakah ini? dan siapakah kau?”

"Aku adalah jin penjaga ruangan ini! kau tak perlu tahu apa
yang ada di dalam ruangan ini!”

Mendengar hal itu, segera Hajidah menanyakan keberadaan Khidir-'Alayhissalam-.

"Kalau begitu, dapatkah aku bertemu dengan Khidir?”

"Wahai anak manusia… ada urusan apa kau ingin bertemu Khidir?
Kau tidak boleh bertemu dengannya!”

" Wahai jin penjaga sesungguhnya kami adalah utusan-Nya, maka
sampaikan pada Khidir bahwa kami telah datang!" tiba tiba suara seorang
raja bernama Mansa Musa menyahuti sang jin penjaga.

"Kalau begitu kau boleh masuk… namun dengan satu persatu dan
temuilah Khidir."

Setelah itu masuklah Hajidah kedalam gerbang itu ditemani Raja
Mansa Musa, bersamaan dengan itu Hajidah mendengar salam atasnya, namun dia
merasakan ada hal yang aneh dengan salam tersebut. Hajidah tak pernah mendengar
salam seperti itu sebelumnya. Dia juga melihat deretan kursi yang melayang
di tengah-tengah ruangan, masih dengan tanda tanya besar dalam pikirannya. Segeralah Hajidah memasuki sebuah ruangan lain, diruangan itu ia melihat dua orang
teman Mansa Musa sedang duduk di sebuah sofa, di samping mereka terdapat seorang
penjaga.

"Hai Hajidah, temuilah Khidir lewat lubang itu, sesungguhnya Khidir
berada pada persemayamanny.”

Bergegaslah Hajidah menuju lubang tersebut. Lubang tersebut sangat
besar dan berwarna hitam. Lalu, satu persatu kakinya masuk kedalam lubang itu.
Hajidah memejamkan matanya. Lalu…sluuutttt. . .draaapp… Hajidah terbangun dari
tidurnya. Ia tersadar dari sebuah mimpi yang membuatnya sangat gugup ketika
bangun.


Penulis: Wardah Amalina




Posting Komentar

To Top