Puisi-Puisi Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Kukumandangkan Azan yang
Pernah Kau Kumandangkan ke Telingaku
apa alasanmu memerai jarak.
bukankah sedekat nadi
kata-kata telah kau alirkan ke darahku.
azan pertama itu kau kumandangkan ke telingaku
dan memberikanku lupa.
apa alasanmu menghentikan waktu dan
beranjak keluar dari kamar tidur satu
ke kamar tidur lainnya.
bukankah selembut pagi
peluhmu terburai
menetes satu persatu ke kain mungilku,
dengan harap, dengan dekap.
di dinding mengelabut debu itu,
tergambar di kepalamu kisah-kisah yang akan
kau ceritakan di penghujung malam. kisah yang sangat sederhana;
nabi-nabi, pelacur dan anjing, juga manusia pertama dan hawa.
di pagi hari, jarak, waktu, dan kisah-kisah itu berada di batas hening,
tak rampung semua itu kau ungkap rahasianya.
kau biarkan aku mengkhayal tentang hujan dan gemerisik,
mendung dan gemuruhnya.
seperti hari itu dan hari ini.
lambat laun suara azan pertama itu muncul dan menggaib.
pusara ini membingungkan.
orang-orang berdatangan mengunjungimu sejenak, kemudian pergi.
mereka bercakap tentang takdir dan tangisan.
mereka menatapku seolah melihat penderitaan,
tapi kau memandangku dengan air
mata yang membenam.
lambat laun suara azan pertama itu muncul dan menggaib.
gundukan tanah coklat yang mengelilingi kita
serupa pucat kulit dan jemarimu. sebentar lagi, ia akan menyatu bersama
tulangmu, bersama sidik jariku yang menempel di pelupuk matamu,
bersama suara azan pertama yang kukumandangkan ke telingamu.
Kairo, 11 Desember 2023
Yang Menanti di Rumah Duka
kita tak
sempat berbincang bagaimana pagi berubah
menjadi cemas
atau bertanya dari mana asal air mata.
di saat
kehidupan dilagukan dan tak diputar kembali.
dan tak ada yang
bisa menyanyikannya lagi. dadamu merindukan degupan.
sebagaimana
waktu yang berderai. doa yang ramai.
orang-orang di
sekitarmu terhuyung memeluk jeritan.
berusaha
mendiamkannya seperti bara yang tak kunjung padam.
padamkanlah ia
sebelum mimpi menjadi retak dan melayang
ke cakrawala.
mencari arti tentang ada dan tiada.
desis rongga
pernapasan semakin kacau. cuaca keruh mengayuh derau angin.
denyut ibu
serupa dengus sapi qurban. aku tak tahu cara membedakan putih
dan hitam rasa
penasaran. sedangkan di rumah duka
sebuah cerita
sebelum tidur terselip di dalam kafan.
kau tak lagi
menggamit makan malam
orang-orang
muncul dari entah. berberai
menangisi hari
pernikahan. bagai tak berpikir akhir
adalah
permulaan. tetangga dan petani yang membawa parang
melepas
sejenak letihnya. mereka serupa pasukan
yang bertukar
tangisan. angin mengelus tengkukku.
sehelai daun
menamparku bersama suara yang sayup.
hingga
bait-bait puisi,
setia
mengiringi penandu mencari mantra paling mandi.
Kairo, 11
Desember 2023
Ia Berkhayal Tentang Kematian dan
Siapa yang Menuntunnya
setelah surau-Mu tak habis ramai dan
sebelum zikir-Mu tak habis bosan,
siapa kiranya sosok usang yang menyenandungkan nyanyian laut
dan merapal doa-doa sepi.
telah diperbudak ia semenjak bulan tampak,
dibuang tiba, dan direngkuh iba.
jauh di pelataran tua,
si hampa jantung meraung ibarat singa
"ke mana kita menuba kabut asap di relung jiwa"
"di mana kita membebaskan gemuruh angin sakal dari segara
yang mengamuk tak terbujuk"
"di mana kita mendamaikan sebuah rindu yang
menziarahi hati matang ditanak cuaca"
di saban malam yang sedih,
gelap mengaum tanpa ampun,
mata si hampa jantung mengintai tajam di rerimbun buluh.
berdesir nafas bagai angin api.
mendinginkan hujan agar dingin sedingin-dinginnya.
ia berkhayal tentang salat dan siapa yang menuntunnya.
ia berkhayal tentang surga dan siapa yang menuntunnya
ia berkhayal tentang iman dan siapa yang menuntunnya
dan ia berkhayal tentang kematian dan siapa yang menuntunnya.
di hadapannya, petilasan putih yang mengabadikan kematian
telah ranum serupa mendung yang melahirkan sejuk, ia merapal
mantra-mantra.
melangit ke segala arah, mendinginkan suluh, dan menghangatkan seluruh.
Kairo,
11 November 2023
Suaramu
ia mendekat,
dan menjauh.
memasuki
ingatanku, memancing kesedihanku.
menjarah
kesunyianku, memunculkan bayanganmu.
namun,
ibarat angin, ia beranjak pelan.
di
doa-doa, di mimpi-mimpi,
aku
berharap dapat merengkuh suaramu.
di hari
ketika kau tak dapat lagi memanggil namaku
untuk
pulang, biarkan aku memanggil namamu untuk kukenang.
Kairo,
11 November 2023
Posting Komentar