Puisi-Puisi Lalu Azmil Azizul Muttaqin


The Groom (2001) by Edward Shada.

Kukumandangkan Azan yang

Pernah Kau Kumandangkan ke Telingaku

 

apa alasanmu memerai jarak.

bukankah sedekat nadi

kata-kata telah kau alirkan ke darahku.

azan pertama itu kau kumandangkan ke telingaku

dan memberikanku lupa.

 

apa alasanmu menghentikan waktu dan

beranjak keluar dari kamar tidur satu

ke kamar tidur lainnya.

bukankah selembut pagi

peluhmu terburai

menetes satu persatu ke kain mungilku,

dengan harap, dengan dekap.

 

di dinding mengelabut debu itu,

tergambar di kepalamu kisah-kisah yang akan

kau ceritakan di penghujung malam. kisah yang sangat sederhana;

nabi-nabi, pelacur dan anjing, juga manusia pertama dan hawa.

 

di pagi hari, jarak, waktu, dan kisah-kisah itu berada di batas hening,

tak rampung semua itu kau ungkap rahasianya.

kau biarkan aku mengkhayal tentang hujan dan gemerisik,

mendung dan gemuruhnya.

seperti hari itu dan hari ini.

 

lambat laun suara azan pertama itu muncul dan menggaib.

pusara ini membingungkan.

orang-orang berdatangan mengunjungimu sejenak, kemudian pergi.

mereka bercakap tentang takdir dan tangisan.

mereka menatapku seolah melihat penderitaan,

tapi kau memandangku dengan  air mata yang membenam.

 

lambat laun suara azan pertama itu muncul dan menggaib.

gundukan tanah coklat yang mengelilingi kita

serupa pucat kulit dan jemarimu. sebentar lagi, ia akan menyatu bersama

tulangmu, bersama sidik jariku yang menempel di pelupuk matamu,

bersama suara azan pertama yang kukumandangkan ke telingamu.

 

Kairo, 11 Desember 2023

 

Yang Menanti di Rumah Duka

 

kita tak sempat berbincang bagaimana pagi berubah

menjadi cemas atau bertanya dari mana asal air mata.

di saat kehidupan dilagukan dan tak diputar kembali.

dan tak ada yang bisa menyanyikannya lagi. dadamu merindukan degupan.

sebagaimana waktu yang berderai. doa yang ramai.

 

orang-orang di sekitarmu terhuyung memeluk jeritan.

berusaha mendiamkannya seperti bara yang tak kunjung padam.

padamkanlah ia sebelum mimpi menjadi retak dan melayang

ke cakrawala. mencari arti tentang ada dan tiada.

desis rongga pernapasan semakin kacau. cuaca keruh mengayuh derau angin.

denyut ibu serupa dengus sapi qurban. aku tak tahu cara membedakan putih

dan hitam rasa penasaran. sedangkan di rumah duka

sebuah cerita sebelum tidur terselip di dalam kafan.

kau tak lagi menggamit makan malam

 

orang-orang muncul dari entah. berberai

menangisi hari pernikahan. bagai tak berpikir akhir

adalah permulaan. tetangga dan petani yang membawa parang

melepas sejenak letihnya. mereka serupa pasukan

yang bertukar tangisan. angin mengelus tengkukku.

sehelai daun menamparku bersama suara yang sayup.

hingga bait-bait puisi,

setia mengiringi penandu mencari mantra paling mandi.

 

Kairo, 11 Desember 2023

 

Ia Berkhayal Tentang Kematian dan Siapa yang Menuntunnya

setelah surau-Mu tak habis ramai dan

sebelum  zikir-Mu tak habis bosan,

siapa kiranya sosok usang yang menyenandungkan nyanyian laut

dan merapal doa-doa sepi.

telah diperbudak ia semenjak bulan tampak,

dibuang tiba, dan direngkuh iba.

 

jauh di pelataran tua,

si hampa jantung meraung ibarat singa

"ke mana kita menuba kabut asap di relung jiwa"

"di mana kita membebaskan gemuruh angin sakal dari segara

yang mengamuk tak terbujuk"

"di mana kita mendamaikan sebuah rindu yang

menziarahi hati matang ditanak cuaca"

 

di saban malam yang sedih,

gelap mengaum tanpa ampun,

mata si hampa jantung mengintai tajam di rerimbun buluh.

berdesir nafas bagai angin api.

mendinginkan hujan agar dingin sedingin-dinginnya.

ia berkhayal tentang salat dan siapa yang menuntunnya.

ia berkhayal tentang surga dan siapa yang menuntunnya

ia berkhayal tentang iman dan siapa yang menuntunnya

dan ia berkhayal tentang kematian dan siapa yang menuntunnya.

 

di hadapannya, petilasan putih yang mengabadikan kematian

telah ranum serupa mendung yang melahirkan sejuk, ia merapal mantra-mantra.

melangit ke segala arah, mendinginkan suluh, dan menghangatkan seluruh.

 

Kairo, 11 November 2023

 

 

Suaramu

 

ia mendekat, dan menjauh.

memasuki ingatanku, memancing kesedihanku.

menjarah kesunyianku, memunculkan bayanganmu.

namun, ibarat angin, ia beranjak pelan.

 

di doa-doa, di mimpi-mimpi,

aku berharap dapat merengkuh suaramu.

di hari ketika kau tak dapat lagi memanggil namaku

untuk pulang, biarkan aku memanggil namamu untuk kukenang.

 

Kairo, 11 November 2023

 

 

Posting Komentar

To Top