Menyenandungkan Historiografi Nahdlatul Ulama
Buku "Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab; Dalam Perspektif Saksi Autentik Sejarah NU. KH. Abdul Chalim, Sang Katib Tsani NU Pertama." (Foto: dokumen Himmatuna)
Secara historis, lahirnya NU pada 16 Rajab 1344 H atau 31 Januari 1926 bertepatan dengan periode paling dinamis dari kebangkitan Islam dan pergerakan nasional, baik Indonesia maupun bangsa-bangsa lain di kawasan Asia-Afrika. Awal tahun 1920-an, sedikit perseteruan antara kaum muslim tradisional dan modernis adalah luka goresan pada tubuh kaum muslimin. Tentu saja keloid luka itu masih ada sampai sekarang dan patut dijadikan pengingat. Gerakan Islam modernis yang bergema di seluruh dunia Islam serta menguatnya paham Wahabisme cetusan Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kehidupan politik di Arab Saudi—terutama berkaitan tuntutan penyamaan madzhab—, tidak dipungkiri telah melahirkan polarisasi aliran dan pemikiran keislaman yang harus dijawab oleh kalangan Islam tradisionalis. Di sisi lain, pergerakan nasional Indonesia dan kesadaran politik yang semakin kuat sejak tahun 1920-an untuk mencapai kemerdekaan dari cengkeraman pemerintah kolonial Belanda, mensyaratkan dukungan, simpati, dan empati rakyat secara luas.
Kelompok Islam Tradisional yang secara kultural dipimpin dan diayomi oleh para ulama pesantren yang pada saat itu merupakan kelompok mayoritas pribumi, semakin menambah eksistensi NU di kalangan masyarakat Indonesia. Hal itu tidak lain disebabkan oleh ikatan batin dan emosional di antara mereka. Ditegaskan lagi dengan proses islamisasi dengan cara pribumisasi Islam yang dilakukan oleh para ulama pesantren yang kuat. Kalangan ini lahir dan mengimplementasikan Islam di Indonesia secara bersama-sama. Keberadaan massa NU telah terbentuk jauh sebelum organisasi formal, yakni secara kultural. Maka tidak heran, NU kemudian bertransformasi menjadi ormas terbesar.
Terkait sejarah di atas, penggalian sejarah serta upaya mempertahankan keorisinalan peristiwa-peristiwa di masa perjuangan kemerderkaan dan pembentukan Nahdlatul Ulama adalah hal yang lumrah bahkan harus dilakukan. Benar saja, hal itulah yang dilakukan oleh para sejarawan Nahdlatul Ulama untuk memberikan suntikan semangat melek perjuangan dan cinta sejarah kepada masyarakat Nahdliyin dan Indonesia.
Penulis-penulis buku sejarah NU terus bermunculan dari tahun ke tahun. Sebut saja: Alm. KH. Agus Sunyoto, Alm. KH. Choirul Anam, KH. Munim DZ, Zaenul Milal Blzawie, Ahmad Baso, Ginanjar Sya’ban, dan lain-lain, atau penulis dari luar Negeri, seperti Andree Feillard, Greg Fealy, bahkan dari pelaku sejarah sendiri, yaitu KH. Syaifuddin Zuhri dan KH. Abdul Chalim Leuwimunding. Mereka berupaya melakukan penggalian data, informasi, penelusuran dokumen mengenai sejarah para ulama Nusantara kemudian menuliskannya dalam bentuk buku dan hasil penelitian.
Mengacu dari nama-nama di atas, KH. Abdul
Chalim adalah nama yang spesial kali ini.
KH. Abdul Chalim adalah Katib Tsani NU dan salah satu pendiri Nahdlatul Ulama. Dengan Magnum opus-nya yang berjudul Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab, beliau berhasil merekam perjalanan KH. Wahab Hasbullah beserta sejarah pendirian Nahdlatul Ulama.
Tidak banyak warga nahdliyin yang
mengetahui riwayat hidup dan perjuangan KH. Abdul Chalim. Hingga pada tahun
2003 makam beliau ramai kembali berkat kunjungan Gus Dur ke Leuwimunding,
lokasi peritistirahatan terakhir beliau.
Buku KH Abdul Chalim Leuwimunding, berjudul Sejarah Perjuangan KH Wahab Chasbullah merupakan Buku sejarah NU pertama yang ditulis menggunakan huruf Arab Pegon. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1970. Dikeranakan naskah asli dari buku tersebut sangat terbatas, maka hadirlah buku berjudul Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab: Dalam Perspektif Saksi Autentik Sejarah NU, K.H. Abdul Chalim, Sang Katib Tsani Pertama NU, yang disusun oleh Tim Walikutub Saklusin 12.
Kehadiran buku ini berupaya menjadi
penerjemahan dan penjelasan dari buku Sejarah Perjuangan KH Wahab Chasbullah.
Isi dalam buku ini berinisiatif untuk memudahkan pembaca agar lebih memahami
sejarah NU secara detail dan mendalam.
Cara penyajian buku ini sengaja mencantumkan nazam asli yang dapat dinyanyikan sebagaimana lalaran kitab di pesantren pada umumnya dan disertai dengan penjelasan yang lebih luas.
Ketika diwawancarai mengenai penamaan buku sejarah berbentuk nazam ini, KH. Asep Syaifuddin Chalim selaku putra KH. Abdul Chalim yang sekarang mengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah menerangkan “Buku ini sebetulnya adalah buku yang disusun untuk menjelaskan sejarah Nahdlatul Ulama, akan tetapi karena pada waktu itu merajalelanya pemerintah Hindia Belanda melakukan kezaliman pada NU maka tentu tidak akan diberi judul Sejarah NU. Sebab kalau buku itu berjudul Sejarah NU, sudah tentu di kemudian hari akan diberangus oleh penjajah. Buku tersebut menggunakan sistem penulisan menggunakan nazaman yang memakai tulisan pegon. Alasannya adalah agar lebih mudah untuk diingat”.
Nazam-nazam bertuliskan pegon Jawa yang dipakai di buku ini memakai bahar (timbangan) popular pesantren yaitu Bahr Rajaz “Sedangkan tulisan pegon dipakai memang antara lain juga supaya pemerintah yang zalim pada saat itu tidak dengan mudahnya membaca buku ini sehingga akan memberangus terbitnya buku ini. Walaupun berjudulkan Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab, tetapi di dalamnya membahas pula sejarah perjuangan Nahdlatul Ulama betapapun sejarah perjuangan K.H. Wahab Hasbullah juga ditulis dalam buku ini.” lanjut KH. Asep Syaifuddin Chalim ketika diwawancara oleh tim penyusun mengenai alasan penggunaan pegon.
Tim Walikutub Saklusin 12 sebagai penyusun
buku “Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab: Dalam Perspektif Saksi Autentik
Sejarah NU, K.H. Abdul Chalim, Sang Katib Tsani Pertama NU“ berupaya
mengolaborasi dan menjelaskan dengan gamblang penjelasan yang belum ada di Buku
KH. Abdul Chalim Leuwimunding, seperti pencantuman tabel muktamar NU ke-1 di Hotel Muslimin Jl.
Peneleh Surabaya 1926 hingga muktamar ke-33 di Jombang 2015, pencantuman
gambar Pengurus Tanfiziyah dan Syuriah NU dari masa ke masa beserta biografi, dilengkapi dengan penjelasan tentang struktur keorganisasian NU dengan lembaga
lembaga yang dimilikinya serta gambar gambar penting tentang NU tidak luput dari perhatian
penyusun.
Buku ini terdiri dari lima bab yang menyesuaikan magnum opus KH. Abdul Chalim, yaitu biografi KH. Wahab Hasbullah, sepak terjang di NU, lanjutan sejarah, keteladanan pribadi KH. Wahab Hasbullah, dan seputar Muktamar & Nadlhatul Ulama.
Bab pertama menjelaskan biografi lengkap KH. Wahab Chasbullah, silsilah, riwayat pendidikan, kegemaran gerak badan, serta keluarga beliau. Bab kedua memasuki pembahasan perjuangan KH. Wahab Hasbullah dan KH. Abdul Chalim sendiri serta perjuangan Ulama lainnya, seperti Hadratusyeikh KH. Hasyim Asyari, KH. Bisri syansuri, KH. Ridwan Abdullah, KH. Mas Alwi bin Abdul Aziz, dan lainnya dalam perjuangan kemerdekaan hingga terbentuknya NU. Dijelaskan juga Sepak terjang ketika KH. Wahab Hasbullah berinteraksi dengan tokoh-tokoh nasioanal, membentuk Taswirul Afkar, membentuk Nahdlatul wathan, berkonsolidasi dengan ulama nusantara hingga terbentuknya Komite Hijaz yang menjadi cikal bakal pembentukan NU.
Bab ketiga menjelaskan lanjutan sejarah ketika NU sudah terbentuk, yaitu ketika mengikuti kontestasi Pemilu, pengangkatan Soekarno sebagai “Waliyy Al-Amr Al-Daruri Bi Al-Syaukah”, Resolusi jihad, perlawanan kepada sekutu dan melawan PKI. Pada bab ini muncul nama-nama seperti KH. Wahid Hasyim, KH. Idcham Kholid, KH. Zainal Arifin, KH. Masjkur, KH. A. Wahib Wahab dan nama besar lainnya. Bab keempat adalah lanjutan dari bab kedua, yaitu idealisme KH. Wahab Hasbullah yang dikenal kuat, orator ulung, politikus berpengalaman, dan nasionalis. Penjelasan tentang sikap itu tertera di hal 103 :
بكيمنانا جالان
برجواغيا كيتا # يغ روفايا رعية سوداه للاه ياتا
له جاغنله كيتاسمفي
فوتوس اسا # بلندا توجه هيا ليما جوتا
كيتا رعية ماسيه توجه فوله جوتا #توجه فوله لاوان ليما ايتو ياتا
Bagaimana jalan berjuangnya kita
Yang rupanya rakyat sudah lelah nyata
Lah janganlah kita sampai putus asa
Belanda tujuh tinggal hanya lima juta
“K.H. Abdul Chalim dalam nazamm ini menyimpangkan sedikit dari pembahasan riwayat K.H. Wahab Hasbullah, agar dapat diambil pelajaran juga manfaat yang terdapat dalam awal perintisan NU. Yaitu nasihat tegas KH. Wahab Hasbullah agar rakyat Indonesia pada saat itu tidak berputus asa, dengan melihat jumlah penjajah (Belanda) hanya berjumlah 5 juta, sedangkan rakyat Indonesia berjumlah 70 juta. Yang berarti dengan kekuatan sebesar itu sudah pasti rakyat Indonesia bisa mengalahkan penjajah (Belanda).”
Bab terakhir menjelaskan seluk beluk perjuangan NU di masyarakat, serta runtutan peristiwa yang terjadi sepanjang Muktamar NU ke-1 hingga muktamar ke-24 di Bandung tahun 1967, karena pada tahun 1972 KH. Abdul Chalim meninggal dunia . Walaupun nazhom hanya sampai muktamar ke-24, tapi dalam buku “Sejarah Perjuangan Kiai Haji Abdul Wahab: Dalam Perspektif Saksi Autentik Sejarah NU, K.H. Abdul Chalim, Sang Katib Tsani Pertama NU“ penyusun menjelaskan beberapa peristiwa penting muktamar-muktamar setelahnya.
Sejak diterbitkan pada tahun 2020, buku ini telah diapresiasi oleh banyak tokoh nasioanal maupun tokoh Nahdlatul Ulama di Indonesia. Selain itu, dengan diterbitkannya buku ini, harapan penyusun adalah agar para tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan dan NU tidak dilupakan olah bangsa ini, dan juga para santri, aktivis NU, atau masyarakat Indonesia pada umumnya bisa menjadikan buku ini rujuakan dalam mengenal NU, serta tokoh-tokoh sejarah yang ada di dalamnya.
Identitas Buku:
Judul : Sejarah Perjuangan Kiai Haji
Abdul Wahab: Dalam Perspektif Saksi Autentik Sejarah NU, KH. Abdul Chalim, Sang Katib
Tsani Pertama NU “
Penyusun : Tim Walikutub saklusin 12
Penerbit : Jejak Publisher
Terbit : Mei , 2020
Tebal : xxii + 223
Nomor ISBN : 978-623-247-323-2
Redaktur: Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Editor: Salsadilla Musrianti H.
Posting Komentar