Ibnu Rusyd; Pandangan Filsafat yang Menghidupkan Diskursus Keilmuan.
Biografi
Abu
al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Rusyd merupakan salah
satu filsuf dari kalangan muslim yang namanya begitu masyhur, juga termasuk
ulama yang vokal dalam romantisasi antara syariat dan hikmah.
Dilahirkan
dalam keluarga yang memiliki integritas keilmuan yang tinggi dan hakim
kerajaan. Kakek dari jalur bapaknya merupakan kadi untuk Kordoba, Ibnu Rusyd
juga merupakan seorang Fakih Mazhab Maliki; madzhab yang mendominasi negeri
Andalus dan Maghrib. Selain itu, Ibnu Rusyd juga memelajari politik dan urusan
tata negara.
Pada
tahun 560 H atau 1126 M, Kordoba menjadi kota kelahirannya. Tahun tersebut
merupakan masa dimana dinasti al-Murabithin berada dalam ambang kehancurannya.
Maka, tahun kelahiran beliau empat tahun lebih dahulu sebelum Ibnu Tumart -Imam
Dinasti al-Muwahidun- wafat.
Ibnu
Rusyd belajar ilmu kedokteran kepada Abi Ja’far Harun dan Abi Marwan bin Jarbul
al-Balansy, sedangkan ilmu teologi dan filsafat beliau belajar kepada Ibnu
Thufail. Begitu pula beliau juga mahir dalam Ilmu Fikih, Adab, dan Bahasa.
Beliau menjadi seorang yang sangat cakap dalam diskursus ilmu-ilmu tersebut,
bahkan orang yang se-zaman dengan beliau tidak ada yang menyerupainya.
Tidak
jauh seperti kakeknya yang merupakan hakim, pada tahun 1169 M beliau pertama
kali diangkat menjadi hakim di Sevilla, kemudian pada tahun 1171 M beliau
diangkat menjadi hakim agung di Kordoba.
Pada
tahun 1169 M, Ibnu Thufail mengajukan beliau kepada sultan Abi Ya’qub Yusuf,
kemudian Ibnu Rusyd diberikan tanggung jawab oleh sultan untuk memberi
penjelasan dan tafsiran atas karangan-karangan Aristoteles. Selain itu, beliau
diminta juga untuk mengoreksi dari kesalahan terjemah dan penjelasan yang
kurang tepat. Pada tahun itu juga, beliau langsung menggarap proyek besar
tersebut.
Kemudian,
ketika Ibnu Thufail wafat, Ibnu Rusyd mendapat posisi yang baru, yakni sebagai
dokter khusus untuk sultan di kota Marrakesh pada tahun 1186 M.
Pandangan
Filsafat Ibnu Rusyd
Ilmu
teologi dan filsafat berkembang pesat pada abad ke-4 Hijriyah, hal ini
disebabkan munculnya berbagai karya yang membahas tentang persoalan teologi dan
filsafat. Karya-karya yang muncul pada abad tersebut memiliki bobot intelektual
yang begitu besar. Bagaimana tidak, bahkan sampai sekarang karya-karya yang
muncul di abad tersebut masih menjadi pembahasan di kalangan para intelektual.
Karya
yang dianggap kontroversial pertama kali pada abad tersebut adalah milik
al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf),
kandungan dari buku tersebut dapat kita ketahui sedari membaca judulnya. Dalam
buku tersebut beliau memaparkan persoalan-persoalan dari para filsuf yang
dianggap rancu oleh beliau, kemudian memberikan kritik dan komentar atas
persoalan tersebut, tidak tanggung-tanggung beliau bahkan sampai mengkafirkan
jikalau persoalan yang diamini oleh para filsuf tidak sesuai dengan timbangan
syariat.
Melihat
hal tersebut, Ibnu Rusyd tidak tinggal diam. Beliau mengarang sebuah karya
berjudul Tahafut at-Tahafut (Kerancuan Buku Tahafut al-Falasifah)
sebagai tandingan karya al-Ghazali, beliau mempreteli segala persoalan
yang telah dipaparkan oleh al-Ghazali. Tidak kalah keras dalam memberikan
kritik dan komentar, Ibnu Rusyd juga melontarkan bid’ah dan kafir kepada
al-Ghazali meskipun tanpa menyebut namanya. Dalam buku tersebut, Ibnu Rusyd
berupaya memberikan penjelasan atas pendapat para filsuf dan menerangkan titik
kesalahan al-Ghazali dalam bukunya. Beberapa pemikiran Ibnu Rusyd dalam buku
tersebut masih menjadi diskursus sampai saat ini, beliau dianggap salah satu
orang yang mewakili pandangan para filsuf. Seperti pandangan Qidam al-‘Alam,
Ilmu Allah, dll.
Selain
dari buku Tahafut at-Tahafut, pemikiran beliau yang masih menjadi
diskursus sampai saat ini tercermin dari bukunya yang berjudul Fashl
al-Maqal; fii maa Bain al-Hikmah wa as-Syariah min at-Ittisal. Dalam buku
tersebut beliau menerangkan bahwa syariat dan filsafat bukanlah hal yang
bersifat kontradiktif, namun justru memiliki hubungan keterikatan. Paradigma
yang dibawakan Ibnu Rusyd mengupayakan adanya romantisasi antara Syariat dan Filsafat,
dikala sebagian ulama justru mengharamkan mempelajari filsafat.
Tidak
sampai disana, proses transformasi diskursus keilmuan Islam yang bersinggungan
langsung dengan filsafat merupakan bekas buah pekerjaan yang telah dilakukan
Ibnu Rusyd, beliau berhasil menerjemahkan pemikiran Aristoteles ke dunia Arab.
Dalam bukunya yang berjudul Syarh al-Burhan li Aristo wa Talkhis al-Burhan
beliau tidak hanya mengalihbahasakan ilmu mantik milik Aristoteles, tetapi juga
memberikan penjelasan serta ringkasan atas ilmu mantik yang telah dikemukakan
oleh Aristoteles.
Kalau
al-Ghazali menyebut ilmu mantik dengan Mi’yar al-Ilmi, maka Ibnu Rusyd
menyebutnya dengan al-Burhan.
Karya-karya
·
Buku-buku
1.
Fashl al-Maqal fi ma Bain
al-Hikmah wa as-Syariah min al-Ittisal
2.
Al-Kasyfu ‘An Manahij
al-Adillah fi ‘Aqaid al-Millah
3.
Dhamimat li Mas’alat
al-Ilmi al-Qadim
4.
Tahafut at-Tahafut
5.
Kitab (Jawami’ Kutub
Aristoteles) fi at-Thabiiyat wa al-Ilahiyat
6.
Talkhis Kitab an-Nafs
7.
Bidayat al-Mujtahid wa
Nihayat al-Muqtasid fi al-Fiqh
8.
Al-Kulliyat fi at-Tib
9.
Talkhis Kitab al-Khitabah
10.
Tafsir ma Ba’da at-Thabiah
11.
Dan masih banyak lagi.
·
Selain buku, beliau juga
memiliki catatan-catatan
1.
Maqalah fi al-‘Aql
2.
Maqalah fi al-Qiyas
3.
Maqalah fi Ittisal al-‘Aql
al-Mufariq bi al-Insan
4.
Maqalah fi Harakat al-Falak
5. Maqalah fi al-Qiyas as-Syarthi
Akhir
Hayat
Khalifah
Abu Ya’qub Yusuf wafat pada tahun 1184 M, kemudian kepemimpinan beliau
dilanjutkan oleh anaknya yakni Abu Yusuf Ya’qub. Di awal masa awal
kepemimpinannya, beliau masih memiliki kedekatan dengan Ibnu Rusyd, tentu
karena Abu Yusuf mengenal Ibnu Rusyd sejak ayahnya masih memimpin. Tetapi
kedudukan tinggi yang dimiliki Ibnu Rusyd ini tidak berlangsung selamanya,
sinar yang dimiliki beliau kemudian meredup ketika ada malapetaka yang
menimpanya pada tahun 1194-1195 M. Buku-bukunya dibakar, lalu sang khalifah
mengasingkannya ke Lucena, kota yang dekat dengan Kordoba.
Di
tahun tersebut, masyarakat dilarang untuk mempelajari karya-karya Ibnu Rusyd
kecuali dalam ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika. Hal tersebut
dikarenakan pemikiran yang dihasilkan oleh Ibnu Rusyd kurang diterima oleh
khalayak umum, dan para pemuka agama banyak yang memberikan peringatan. Di masa
tersebut, kerabat-kerabat beliau mulai menjauh, murid-muridnya banyak yang
berpaling juga.
Setelah
masa tersebut, Ibnu Rusyd kembali ke Marrakesh dan hidup menyendiri sampai
wafat mengampirinya pada tahun 1198 M di umur 72 tahun.
Redaktur: Grand Colin
Editor: Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Posting Komentar