Ibnu Rusyd; Pandangan Filsafat yang Menghidupkan Diskursus Keilmuan.

Patung Ibnu Rusyd di Kordoba, Spanyol. (foto: id.wikipedia.org)

Biografi

Abu al-Walid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Rusyd merupakan salah satu filsuf dari kalangan muslim yang namanya begitu masyhur, juga termasuk ulama yang vokal dalam romantisasi antara syariat dan hikmah.

Dilahirkan dalam keluarga yang memiliki integritas keilmuan yang tinggi dan hakim kerajaan. Kakek dari jalur bapaknya merupakan kadi untuk Kordoba, Ibnu Rusyd juga merupakan seorang Fakih Mazhab Maliki; madzhab yang mendominasi negeri Andalus dan Maghrib. Selain itu, Ibnu Rusyd juga memelajari politik dan urusan tata negara.

Pada tahun 560 H atau 1126 M, Kordoba menjadi kota kelahirannya. Tahun tersebut merupakan masa dimana dinasti al-Murabithin berada dalam ambang kehancurannya. Maka, tahun kelahiran beliau empat tahun lebih dahulu sebelum Ibnu Tumart -Imam Dinasti al-Muwahidun- wafat.

Ibnu Rusyd belajar ilmu kedokteran kepada Abi Ja’far Harun dan Abi Marwan bin Jarbul al-Balansy, sedangkan ilmu teologi dan filsafat beliau belajar kepada Ibnu Thufail. Begitu pula beliau juga mahir dalam Ilmu Fikih, Adab, dan Bahasa. Beliau menjadi seorang yang sangat cakap dalam diskursus ilmu-ilmu tersebut, bahkan orang yang se-zaman dengan beliau tidak ada yang menyerupainya.

Tidak jauh seperti kakeknya yang merupakan hakim, pada tahun 1169 M beliau pertama kali diangkat menjadi hakim di Sevilla, kemudian pada tahun 1171 M beliau diangkat menjadi hakim agung di Kordoba.

Pada tahun 1169 M, Ibnu Thufail mengajukan beliau kepada sultan Abi Ya’qub Yusuf, kemudian Ibnu Rusyd diberikan tanggung jawab oleh sultan untuk memberi penjelasan dan tafsiran atas karangan-karangan Aristoteles. Selain itu, beliau diminta juga untuk mengoreksi dari kesalahan terjemah dan penjelasan yang kurang tepat. Pada tahun itu juga, beliau langsung menggarap proyek besar tersebut.

Kemudian, ketika Ibnu Thufail wafat, Ibnu Rusyd mendapat posisi yang baru, yakni sebagai dokter khusus untuk sultan di kota Marrakesh pada tahun 1186 M.

 

Pandangan Filsafat Ibnu Rusyd

Ilmu teologi dan filsafat berkembang pesat pada abad ke-4 Hijriyah, hal ini disebabkan munculnya berbagai karya yang membahas tentang persoalan teologi dan filsafat. Karya-karya yang muncul pada abad tersebut memiliki bobot intelektual yang begitu besar. Bagaimana tidak, bahkan sampai sekarang karya-karya yang muncul di abad tersebut masih menjadi pembahasan di kalangan para intelektual.

Karya yang dianggap kontroversial pertama kali pada abad tersebut adalah milik al-Ghazali yang berjudul Tahafut al-Falasifah (Kerancuan para Filsuf), kandungan dari buku tersebut dapat kita ketahui sedari membaca judulnya. Dalam buku tersebut beliau memaparkan persoalan-persoalan dari para filsuf yang dianggap rancu oleh beliau, kemudian memberikan kritik dan komentar atas persoalan tersebut, tidak tanggung-tanggung beliau bahkan sampai mengkafirkan jikalau persoalan yang diamini oleh para filsuf tidak sesuai dengan timbangan syariat.

Melihat hal tersebut, Ibnu Rusyd tidak tinggal diam. Beliau mengarang sebuah karya berjudul Tahafut at-Tahafut (Kerancuan Buku Tahafut al-Falasifah) sebagai tandingan karya al-Ghazali, beliau mempreteli segala persoalan yang telah dipaparkan oleh al-Ghazali. Tidak kalah keras dalam memberikan kritik dan komentar, Ibnu Rusyd juga melontarkan bid’ah dan kafir kepada al-Ghazali meskipun tanpa menyebut namanya. Dalam buku tersebut, Ibnu Rusyd berupaya memberikan penjelasan atas pendapat para filsuf dan menerangkan titik kesalahan al-Ghazali dalam bukunya. Beberapa pemikiran Ibnu Rusyd dalam buku tersebut masih menjadi diskursus sampai saat ini, beliau dianggap salah satu orang yang mewakili pandangan para filsuf. Seperti pandangan Qidam al-‘Alam, Ilmu Allah, dll.

Selain dari buku Tahafut at-Tahafut, pemikiran beliau yang masih menjadi diskursus sampai saat ini tercermin dari bukunya yang berjudul Fashl al-Maqal; fii maa Bain al-Hikmah wa as-Syariah min at-Ittisal. Dalam buku tersebut beliau menerangkan bahwa syariat dan filsafat bukanlah hal yang bersifat kontradiktif, namun justru memiliki hubungan keterikatan. Paradigma yang dibawakan Ibnu Rusyd mengupayakan adanya romantisasi antara Syariat dan Filsafat, dikala sebagian ulama justru mengharamkan mempelajari filsafat.

Tidak sampai disana, proses transformasi diskursus keilmuan Islam yang bersinggungan langsung dengan filsafat merupakan bekas buah pekerjaan yang telah dilakukan Ibnu Rusyd, beliau berhasil menerjemahkan pemikiran Aristoteles ke dunia Arab. Dalam bukunya yang berjudul Syarh al-Burhan li Aristo wa Talkhis al-Burhan beliau tidak hanya mengalihbahasakan ilmu mantik milik Aristoteles, tetapi juga memberikan penjelasan serta ringkasan atas ilmu mantik yang telah dikemukakan oleh Aristoteles.

Kalau al-Ghazali menyebut ilmu mantik dengan Mi’yar al-Ilmi, maka Ibnu Rusyd menyebutnya dengan al-Burhan.

Karya-karya

·       Buku-buku

1.     Fashl al-Maqal fi ma Bain al-Hikmah wa as-Syariah min al-Ittisal

2.     Al-Kasyfu ‘An Manahij al-Adillah fi ‘Aqaid al-Millah

3.     Dhamimat li Mas’alat al-Ilmi al-Qadim

4.     Tahafut at-Tahafut

5.     Kitab (Jawami’ Kutub Aristoteles) fi at-Thabiiyat wa al-Ilahiyat

6.     Talkhis Kitab an-Nafs

7.     Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid fi al-Fiqh

8.     Al-Kulliyat fi at-Tib

9.     Talkhis Kitab al-Khitabah

10.  Tafsir ma Ba’da at-Thabiah

11.  Dan masih banyak lagi.

 

·       Selain buku, beliau juga memiliki catatan-catatan

1.     Maqalah fi al-‘Aql

2.     Maqalah fi al-Qiyas

3.     Maqalah fi Ittisal al-‘Aql al-Mufariq bi al-Insan

4.     Maqalah fi Harakat al-Falak

5.     Maqalah fi al-Qiyas as-Syarthi


Akhir Hayat

Khalifah Abu Ya’qub Yusuf wafat pada tahun 1184 M, kemudian kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh anaknya yakni Abu Yusuf Ya’qub. Di awal masa awal kepemimpinannya, beliau masih memiliki kedekatan dengan Ibnu Rusyd, tentu karena Abu Yusuf mengenal Ibnu Rusyd sejak ayahnya masih memimpin. Tetapi kedudukan tinggi yang dimiliki Ibnu Rusyd ini tidak berlangsung selamanya, sinar yang dimiliki beliau kemudian meredup ketika ada malapetaka yang menimpanya pada tahun 1194-1195 M. Buku-bukunya dibakar, lalu sang khalifah mengasingkannya ke Lucena, kota yang dekat dengan Kordoba.

Di tahun tersebut, masyarakat dilarang untuk mempelajari karya-karya Ibnu Rusyd kecuali dalam ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika. Hal tersebut dikarenakan pemikiran yang dihasilkan oleh Ibnu Rusyd kurang diterima oleh khalayak umum, dan para pemuka agama banyak yang memberikan peringatan. Di masa tersebut, kerabat-kerabat beliau mulai menjauh, murid-muridnya banyak yang berpaling juga.

Setelah masa tersebut, Ibnu Rusyd kembali ke Marrakesh dan hidup menyendiri sampai wafat mengampirinya pada tahun 1198 M di umur 72 tahun.


Redaktur: Grand Colin

Editor: Lalu Azmil Azizul Muttaqin

Posting Komentar

To Top