Kiai Asep, Peran dan Cita-Citanya
Prof.Dr.KH. Asep Saifuddin Chalim adalah Kiai 68 tahun yang
mendirikan dan mengasuh pondok pesantren Amanatul Ummah. Kiai Asep merupakan
anak bungsu dari pendiri Nahdlatul Ulama’ sekaligus pejuang kemerdekaan
Indonesia, Kiai Abdul Chalim Leuwimunding.
Kiai yang menjadi ketua PERGUNU ini lahir pada tanggal 16 juli 1955
di desa Leuwimunding, Jawa Barat. Beliau diberkahi 9 keturunan dari pasangan
Nyai Haji Alif Fadhilah yang menikah pada tahun 1980. Di antaranya sudah
memliki pasangan, sementara 2 lainnya masih menempuh pendidikannya di salah
satu universitas tertua, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Semua putra-putrinya
berkiprah di bidang dengan posisi masing-masing. Ada yang menjadi dokter, konglomerat,
dan bergerak di dunia pendidikan dan politik.
Kiai Asep memulai karir pendidikannya di SDN 1 leuwimunding. Asep
kecil terkenal memiliki akhlak yang sopan tapi agak bandel. Anehnya, beliau
seringkali menjadi bintang kelas. Setelah itu, beliau merantau ke Tasikmalaya,
dan nyantri di pesantren Cipasung, Jawa Barat. Perjalanannya tidak hanya di
sekitar Jawa Barat, Kemudian beliau
merantau ke Jawa Timur dan menjadi santri di pesantren Sono, Sidoarjo. Di kota
yang sama, beliau mondok di pesantren Siwalanpanji dan bersekolah di SMP 1
Negeri Sidoarjo. Kehidupannya terasa lumayan berat ketika ditimpa musibah wafat
ayahnya di masa SMA, sehingga beliau sempat berhenti di kelas 2 SMA. Saat itu krisis
ekonomi melanda Kiai Asep. Tidak larut dalam kesedihan, beliau dengan
kegigihannya tetap melanjutkan pendidikannya. Pesantren Gempeng Bangil menjadi
tempat Pendidikannya setelah itu. Lalu ke pesantren Darul Hadir Malang. Setelah
itu beliau juga sempat mondok di pesantren Sidosermo Surabaya, sebelum
akhirnya beliau mengakhirinya di pondok pesantren Al-khozini Sidoarjo. Konon, setelah
ditinggal wafat ayahnya, untuk bisa bertahan hidup, ia kerap kali memakan kerak
nasi yang masih menempel pada dandang yang dibuat menanak nasi.
Kemudian beliau melanjutkan studi S1 nya di IAIN Surabaya pada
tahun 1975 dan mengambil jurusan Sejarah dan kebudayaan di Fakultas Adab. Pada
waktu itu juga Ia pernah kuliah di IKIP Surabaya Program D3 bahasa inggris. Ada
cerita yang jarang diketahui oleh khalayak umum, bahwa agar bisa bertahan hidup
dimasa kuliahnya, beliau pernah bekerja sebagai kuli bangunan. Belum cukup
dengan selesainya S1, akhirnya beliau menyelesaikan S2 di UNISMA Malang pada
tahun 1997 dan S3-nya di UNMER Malang pada tahun 2004. Tidak sampai disitu,
beliau ingin menjadi imajinasi sosial dan role model, baik bagi
anak-anaknya, para santrinya, maupun seluruh masyarakat sehingga pada tahun
2020 beliau diangkat menjadi guru besar sosiologi di UINSA Surabaya.
Pada tahun 1998 beliau mengawali berdirinya pondok pesantren
Amanatul Ummah yang terletak di Jl.Siwalankerto Utara II No. 35, Wonocolo, Kota
Surabaya, Jawa Timur. Jumlah santri pada masa itu hanya 28, 15 santriwan dan 13
santriwati. Tentu jumlah tersebut terbilang sedikit . Tahun demi tahun terus
berkembang, berbagai sekolah maupun program terus bertambah. Bahkan pada tahun
2004, Amanatul Ummah mendapatkan kesepakatan MoU dengan al-Azhar dalam
penyetaraan ijazah muadalah. Begitu cepat perkembangan tersebut, sampai
dengan Kiai Asep berkeinginan memperluas area pondok Amanatul ummah. Karena
sempitnya area di daerah tersebut dan tanah di Kota Surabaya yang terbilang
begitu mahal, Kiai Asep mengharap kepada Allah agar diberikan tanah yang jarak
tempuhnya dari Surabaya kurang lebih satu jam, dipinggir jalan kecil, yang
sudah ada listriknya dan ada sungai yang mengalir. 5 tahun berdoa kepada Allah
dengan kalimat yang sama, hingga pada akhirnya doa tersebut dikabulkan. Pada
tahun 2006, persis dan sesuai dengan apa yang didoakan, tanah tersebut adalah
cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Amanatul Ummah 2 yang terletak di
Mojokerto. Kini pada tahun 2024 sudah mencapai 12.000 lebih santri yang nyantri
kepada beliau. Selain pondok pesantren, beliau juga memiliki universitas yang bernama Universitas KH Abdul Chalim yang terletak dekat dengan
PONPES Amanatul Ummah 2.
Pribadi Kiai Asep yang gigih nan pejuang selayaknya mendapatkan itu
semua. Beliau aktif didunia manapun, politik, sosial, dan pendidikan khususnya.
Beliau memang terkenal dermawannya. Bahkan beliau tidak ingin menerima uang
sumbangan untuk hal apapun, malah beliau tidak ada habis-habisnya dalam
pemberian sesuatu. Bukan Kiai Asep yang diberi orang-orang, seperti orang yang
sowan ke ndalem beliau, tapi beliaulah yang senantiasa memberi uang
terhadap orang-orang tersebut. Benar kata orang orang, beliau miliader tapi
dermawan.
Sebagai santri beliau, penulis sangat takjub dengan beliau.
Bagaimana tidak?, setiap hari beliau istiqomah salat hajat 12 rakaat di
sepertiga malam, dan ditutup dengan salat witir 1 rakaat. Hal tersebut
dilakukan di manapun beliau berada, meskipun dalam sebuah perjalanan. Beliau
juga mempunkiai istighotsah sendiri yang setiap hari diamalkan oleh beliau.
Bahkan, khasnya beliau dalam memanjatkan doa adalah istiqomah dengan shighot
yang sama dan kebanyakan menggunakan bahasa Indonesia. Apalagi doa tersebut
dilakukan dalam waktu kurang lebih 15 menit, bahkan bisa lebih dari itu.
Kegiatan belajar mengajar dengan para santri pun tidak ingin beliau
tinggal. Seperti pengajian setiap ba’da shubuh di Amantul Ummah 2, meskipun
setelah bepergian jauh, beliau tetap mengusahakan hadir dalam pengajian
tersebut. Benar-benar beliau menjaga keistiqomahan ini dengan penuh perhatian.
Tak ayal jika syekh Yusri, salah satu masyayikh Al-Azhar, pernah berkata
dalam pertemuannya dengan Kiai Asep Bersama masyayikh lainnya di Mesir,
bahwa Kiai Asep memiliki tanda dari beberapa tanda walinya Allah.
Kedekatan Kiai Asep dengan masyayikh Al-Azhar begitu erat.
Terbukti bahwa beliau tidak sekali mengundang mereka untuk datang ke kediaman
beliau sekaligus memberi kesempatan kepada para santri untuk menimba ilmu dari
mereka dan memperkuat ajaran ahlus sunnah wal-jamaah, sebagaimana peran Al-Azhar
terhadap dunia.
Sungguh terlihat peran Kiai Asep dalam menjaga ideologi bangsa ini
sekaligus menjaga ajaran ahlussunnah wal-jamaah. Beliau berkeyakinan bahwa
kelanggengan wujud pesantren di Indonesia itu harus selalu dipertahankan
seiring berubahnya zaman. Menurut penulis pula tiadanya pesantren di Indonesia
berarti sebentar lagi ajaran ASWAJA di tanah air akan hilang. Hal tersebut
dirasakan Kiai Asep tentunya. Pembekalan terhadap para santri terus digelontorkan
guna mencetak SDM yang bermutu, unggul, dan berakhlaqul karimah, bagi negara
kita, Indonesia.
Tidak sesekali beliau menstimulus para santri agar senantiasa
menjaga negara kita, sampai dengan Kiai Asep memiliki Ahdaful Mutakharrijin
( Tujuan-Tujuan Lulusan Pondok Pesantren ) yang berjumlah 4 bagi para
santrinya, demi kejayaan dan tegaknya Indonesia. Yang pertama, menjadi ulama besar yang akan
bisa menerangi dunia dan Indonesia. Kedua, menjadi para pemimpin dunia dan
pemimpin bangsanya yang akan senantiasa mengupayakan terwujudnya kesejahteraan
dan tegaknya keadilan, utamanya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga,
menjadi konglomerat-konglomerat besar yang akan berusaha dan bisa memberikan
kontribusi maksimal terhadap terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Keempat,
menjadi para profesional yang berkualitas dan bertanggung jawab.
Tidak hanya berbicara tentang keempat hal tersebut kecuali hal tersebut sudah terpatri pada diri kiai Asep. Hingga pada akhirnya, Amanatul ummah sering mendapatkan perhargaan , seperti The Best Inspiring Islamic School of The Year 2023, The Best Islamic boarding school in excellent quality programme of the year 2023, The Best Tutoring School in Indonesia 2018 dan masih banyak lagi . Terbaru kiai asep terpilih sebagai The Most Valuable Person Indonesia 2023 dan Tokoh Pendidikan Islam Inspiratif karena dinilai sebagai tokoh Pendidikan islam yang inspiratif . Oleh karena itu semua , penulis menyebutnya kiai Asep kiai segalanya.
Editor: Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Posting Komentar